Jumat, 21 November 2014

(No Title)



Remaja.
Yah pasti kalian semua udah bisa nebak, paling yang dibahas kalo ngga masalah cinta ya CINTA.
Cinta apa sih?
Sayang apa?
Kalo modus?
PHP itu sejenis makanan kah?
Hm.. kalo suka apa?
Trus trus kalo sakit hati apa?
Putus cinta itu apa ya?
Eh kok mendadak insom ya ? :3
Yaelah bray, ini sebenernya mau bahas opo?
Ehehe gapapa kan? :D kan biar ngga tegang gitu :D
Baiklah kita lanjut ke topik awal :) *cekidot


~ehe hai kalian, ngapain disini? Apakah postingan ini menarik? Oh tentu saja tidak:3
Postingan ini saya buat sesuai isi hati saya, bukan dengan menggunakan bahasa indonesia yang baik yang benar, jadi maaf ya apabila ada kesalahan dalam menulis..
Hai semua, kenalan nih, eh maksudku kenalin :D namaku itu Annisa *bla bla bla* umur *bla bla bla* alamat *bla bla bla* *3 jam kemudian* nah begitulah aku memperkenalkan diriku secara singkat ;)
*Wuussshhhhhh*

Jleb!
Semua berawal dari ketika aku kelas 7
Awalnya dia meminta nomor ponselku.
Aku mengira bahwa itu hanyalah dipergunakan olehnya untuk menanyakan hal hal yang penting kepadaku. Namun ternyata aku salah.
Dia mulai memberikanku sebuah pesan singkat yang dikirim lewat ponselnya, dengan sebuah kata, “Hai..” pada pukul 19.00 WIB
Hari semakin berlalu, aku dan dia pun semakin akrab dalam berbicara.
Dan kebetulan aku dan dia juga tergabung dalam sebuah organisasi yang sama, yaitu, OSIS.
Yang mungkin menambah keakraban aku dan dia.
Hari, minggu, bulan, pun semakin berlalu.
Komunikasi pun selalu saja berjalan.
Hingga pada suatu hari,
Kenaikan kelas pun tiba.
Aku mendapat bagian pada kelas 8B
Dan dia 8 *sensor*
Saat itu memang kita masih bersahabat
Aku pun belum merasakan hal apa apa pada wakti itu
Hingga suatu hari, aku mulai merasakan bahwa aku suka padanya
Namun sebelumnya aku tak tau , bahwa ada seseorang yang cintanya lebih tulus sedang menunggumu  dibelakang
Dan tiba saatnya pada titik akhir, titik yang artinya aku harus benar benar mengambil garis finish, atau kata kerennya “m0v3 0n”
Iya emang suah.
Iya emang berat.
Iya emang sakit sih sebenernya.
Tapi mau gimana lagi? Dia itu sahabatku,masa iya aku rela nyakitin dia
Jahat dong aku kalo gitu
Lagian orang yang aku suka juga playboy banget :3 emangnya aku mau disakitin terus :|
Namun dengan sekuat tenaga dan pikiran, dan memerlukan waktu yang tidak sebentar, akhirnya aku berhasil melupakan dia :)
Seseorang yang datang dengan berjuta juta kata manis.
Dan akhirnya aku menemukan seseorang yang lebih baik deh dari dia, lebih top markotop pokonya
Iya sekarang terserah dia mau ngapain :v haha bukan urusan gue lagi kan?
Haha, ya udah deh sigini aja :D
Udah ngga ada ide lagi nih :D
Byee.....

Jangan sakitin orang lain lagi ya :)
Emang kalo udah sayang susah ngelupain nya, setidaknya hargai perasaan dia, ;)

Minggu, 16 November 2014

Boneka Anabelle



     Boneka Anabelle


Siang ini, aku baru saja pulang dari bioskop. Aku baru saja menonton film “Anabelle” bersama teman- temanku.
“Kreek..” suara pintu rumah. “Selamat siang, aku pulang” kataku. “Sepi” kataku dalam hati.
“Eh Ana sudah pulang” kata Bi Sumi mengagetkanku.
“Eh, iya Bi. Papa, mama, sama Bela, kemana ya?” tanyaku sambil melepas sepatu.
“Oh, Papa sama mama lagi pergi sebentar. Kalau Bela lagi bermain sama teman- temannya.
“Oh yayaya, makasih ya bi” kataku sambil menuju kamarku.
“Iya non, sama- sama” kata Bi Sumi.
Aku masih terbayang- bayang akan film “Anabelle” yang kulihat di bioskop tadi siang. Nggak bisa dibayangin deh, kalau itu semua jadi kenyataan. Hii ngeri..
I’m bulletproof, nothing to lose...” aku dibangunkan oleh nada pesan dari ponselku. Sambil melirik jam beker yang ada di sudut kamarku, aku berkata “Ya ampun, udah jam lima sore?” lantas aku bergegas pergi ke kamar mandi.
Jam menunjukkan pukul 20.15 WIB. Ponselku berbunyi tanda telepon dari mama.
“Assalamualaikum” kataku
“Wa’alaikumsalam, Ana mama minta maaf ya, mama sama papa ngga bisa pulang malam ini. Soalnya ada tamu dari luar kota di kantor” kata mama sedikit putus- putus. Mungkin karena gangguan sinyal yang sedang tidak baik.
“Oh iya ma” kataku
“Jangan lupa, nanti Bela dianterin tidurnya” kata mama
“Iya ma, beres” kataku
“Jaga diri baik- baik ya, wassalamu’alaikum” kata mama
“Iya ma, wa’alaikumsalam” kataku
Beberapa menit kemudian...
“Nananana...” seketika ada suara orang menyanyi.
“Suara siapa itu? Jangan jangan.. ah tidak mungkin. Paling itu suara Bela” kataku dalam hati.
“Nananana..” terdengar suara itu kembali.
“Tapi kok, suaranya mirip sama Anabelle ya? Ah tapi tidak mungkin, Anabelle kan di luar negeri? Mana mungkin dia ke Indonesia” kataku dalam hati sambil melirik kesana kemari.
Tiba- tiba kran kamar mandi pun menyala. Dengan hati- hati, aku membuka pintu kamar mandi dan masuk serta mematikan kran kamar mandi tersebut.
Belum sempat aku berfikir mengapa kran kamar mandi tersebut bisa menyala, seseorang mengetuk pintu kamarku “Tok.. tok.. tok..”
Aku pun membuka pintu tersebut dan ternyata adalah Bela.
“Kak, ayo kita makan martabak bersama” kata Bela sambil menggandeng tanganku.
“Eh iya iya” kataku sambil mengikuti ajakan Bela.
Setelah sampai ruang tamu, aku pun kaget karena ada mama dan papa disana.
“Ana ayo sini kita makan martabak bersama” kata papa.
‘Eh iya pa” kataku sedikit kebingungan.
“Kak, aku dibelikan boneka baru lho sama mama. Bonekanya bagus, bisa nyanyi juga” kata Bela sambil memamerkan boneka barunya yang dapat bernyanyi “Nananana...”
“Wah, bagus ya” kataku
“Oh jadi boneka Bela yang tadi bernyanyi” kataku dalam hati
“Eh, mama sama papa kok pulang sih?” kataku kepada mama dan papa.
“Lho memang kenapa? Ngga boleh ya?” kata mama.
“Bukannya gitu ma, tapikan tadi mama yang bilang sendiri di telepon, kalo mama sama papa ngga pulang kerumah dulu, soalnya ada tamu dari luar kota di kantor” kataku.
“Telepon? Kapan mama telepon kamu?” kata mama bingung.
“Tadi sekitar jam 20.15 “ kataku.
“Mama tadi ngga telepon kamu. Memang sih, tadi mama sama papa pergi, tapi mama sama papa pulang jam 7 malam, itupun bukan dari kantor” kata mama menjelaskan.
Dalam hati, aku pun berkata, “Hah? Kalo tadi mama ngga telepon aku, trus tadi siapa dong yang telepon aku? Dan siapa juga yang menyalakan kran kamar mandi? Jangan- jangan...”
Sepintas aku jadi teringat akan wajah Anabelle itu...


Boneka Itu...



                                                            Boneka Itu...                        


Hari ini aku berulang tahun. Aku mendapat banyak hadiah dari keluargaku. Khususnya dari nenek, namun beliau memberikan hadiah yang menurutku biasa- biasa saja. Lain halnya dengan papa dan mama, mereka berdua memberikan hadiah yang amat istimewa, yaitu sebuah jam tangan dari Paris dan sepatu kulit dari London. Tapi, nenek justru hanya memberikan sebuah boneka yang terbuat dari kain perca. Mata boneka tersebut terbuat dari kancing baju yang tidak serupa baik ukurannya maupun warnanya.       
 “ Maaf Dea, nenek hanya bisa memberikan boneka ini di hari ulang tahunmu.” Kata nenek yang sampai sekarang masih saja teringat di pikiranku.
            Sebenarnya, dari hatiku yang paling dalam ingin sekali aku membuang boneka itu. Namun apa daya? setiap malam sebelum aku tidur nenek selalu masuk ke kamarku untuk memastikan apakah boneka buatannya masih ada di kamarku atau tidak. Pernah sekali aku mencoba membuang boneka tersebut ke tempat sampah di dalam kamarku. Melihat hal itu, nenek langsung mengambil boneka itu dan langsung mencucinya. Lalu, nenek bertanya kepadaku kenapa boneka itu bisa ada di tempat sampah dalam kamarku. Karena aku gugup dan panik, akhirnya aku terpaksa berbohong pada nenek dengan mekatakan bahwa yang membuang boneka itu adalah Mundy, kucingku.
            Namun, karena boneka itulah aku diejek oleh teman- temanku di sekolah. Suatu hari, Risa, Pipit, dan Qania bermain ke rumahku. Mereka bertiga masuk dan bermain bersamaku di dalam kamarku. Namun apa yang mereka katakan saat melihat boneka itu? Mereka mengatakan bahwa boneka itu boneka murahan, jelek, kotor, dan kuno.
            Mendengar hal ini, aku pun langsung menangis. Saat ini, tidak ada orang  yang bisa aku gunakan sebagai teman. Kecuali para boneka yang ada di kamarku, termasuk boneka dari nenek. Memang, boneka dari nenek sangat setia menemaniku disaat aku sedang sedih maupun senang. Tapi, karena boneka itulah aku menjadi bahan ejekan di sekolah.
            Karena aku sudah tak tahan lagi, akhirnya aku berkata jujur pada nenek yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. “Ehmm Nek, bolehkah aku berbicara sebentar dengan nenek? “ kataku sambil duduk di semping nenek dan memangku boneka tersebut. “Ya tentu boleh cucu nenek yang cantik” kata nenek sambil tersenyum. “ Nek, ini Dea kembalikan boneka dari nenek. Makasih ya, “ lho, kenapa Dea? Bukannya nenek selalu melihat kamu memainkan boneka ini bersama boneka- boneka lainnya? “ . Mendengar hal ini aku langsung menceritakan semua peristiwa yang aku alami karena boneka tersebut. “oh, baiklah nggak apa-apa maafin nenek ya, kalau udah ngasih hadiahh yang membuatmu nggak nyaman.” “Mmm.. tapi nenek nggak marah kan sama Dea? “ “Ya tentu enggak, dea..”
            Deg!! Lagi- lagi aku teringat peristiwa itu kembali. Peristiwa yang sangat membuatku merasa bersalah. Dan 7 hari setelah aku mengambalikan boneka kepada nenek, nenek meninggal dunia.
            Saat ini aku rindu dengan nenek. Aku rindu senyumnya, kata- katanya, dan aku juga rindu boneka nenek. Seketika aku teringat akan boneka itu. Dan aku ingin memiliki boneka itu kembali. Tapi, dimana nenek menyimpan boneka itu? Dengan setengah berlari, aku langsung menuju kamar nenek. Terdapat sebuah kamar yang sunyi dan penuh kedamaian. Tampak sebuah benda kecil berada diantara bantal nenek, setelah kudekati ternyata itu adalah boneka buatan nenek. Sontak aku pun langsung memeluk boneka itu dengan menangis tersedu- sedu. Saat aku sedang menangis di kamar nenek, tiba- tiba papa dan mama datang dan  langsung memelukku. Teman- temanku pun datang dan langsung meminta maaf kepadaku.
            Malamnya, aku bermimpi bertemu dengan nenek. Di dalam mimpiku, nenek berpakaian seperti putri kerajaan, cantik sekali. Nenek pun tersenyum kepadaku dan berkata “Dea, nenek ingin kamu menjaga serta merawat boneka buatan nenek dengan baik ya. Memang, boneka itu tidak seberapa bagusnya, tapi paling tidak kamu tidak kesepian lagi saat kamu ditinggal oleh papa dan mama pergi..” kata nenek dengan lembut.
            Mendengar hal itu aku pun langsung berkata “Baik nek, Dea janji”
            Aku pun langsung terbangun dan memeluk boneka itu dengan erat. Seketika aku pun berfikir, bahwa kasih sayang nenek lebih besar daripada kasih sayang papa dan mama. Buktinya saat papa dan mama pergi, hanya nenek yang dapat menemaniku. Saat aku sedih, hanya nenek yang dapat menghiburku, dan saat aku menangis hanya nenek yang dapat menenangkanku.
            Aku tak peduli, papa dan mama ingin memberikanku benda-benda yang super mahal sekalipun. Tapi aku tidak menginginkan itu. Aku hanya menginginkan kasih sayang dari papa dan mama...
               

CERMIS



Misteri Anak Kecil di Rumahku

“Hahaha....” deg! Terdengar suara anak kecil itu lagi di lorong rumahku. “Aduh bagaimana ini, aku sedang sendirian di rumah. Hii serem” kataku dalam hati. Beberapa bulan yang lalu, aku dan keluargaku baru saja pindah ke rumah ini. Rumah ini memang sedikit kuno, kaca rumahnya masih tinggi dan besar- besar. Dinding rumahnya memang masih kuat sekali. Kalau digambarkan, rumah ini mirip dengan rumah pada zaman penjajahan Belanda. Dan kata para orang asli daerah sini, rumah ini sudah ditinggalkan oleh pemiliknya selama 10 tahun.
“Tin.. tin..” suara klakson mobil ayah. “Alhamdulillah” kataku dalam hati. Dengan sedikit berlari, aku membuka pintu rumahku. Dan ternyata adikku sudah ada di depan pintu. “Kak Vivi, aku bawakan burger sama jus mangga” kata adikku, Yosita. “Wah makasih ya, sini kakak bantuin bawa belanjaannya” kataku sambil membawa belanjaan yang dibawa Yosita dan mama.
“Kakak, anterin Yosita ambil boneka barbie di lorong rumah yuk, Yosita kan takut gelap” kata Yosita sambil menggandeng tanganku.
“Apa? Lorong rumah? Kalo gitu sih aku juga takut. Tapi Yosita ingin mengambil boneka itu.
”Kak kok malah diem? Ayo kita ambil” kata Yosita mengangetkan lamunanku.
“Eh iya iya” kataku dengan sedikit ketakutan.
“Nah itu boneka barbie Yosita, tapi kok banyak debunya ya?” kata Yosita sambil mengambil boneka barbie itu.
“Yosita, kalo udah ambil boneka barbie, kita ke ruang tamu lagi yuk” kataku
“Ah kakak, Yosita kan masih ingin main sama teman Yosita disini.” Kata Yosita
“Yosita, kamu mau main sama siapa disini? Disini kan Cuma ada kamu sama kakak” kataku sedikit ketakutan.
“Haha, masa kakak nggak liat sih? Itu lho dii pojok lorong itu. Itu temen Yosita, namanya Cissy. Dia orang Belanda lho, cantik ya. Tapi dia kasihan kak, masa dia ditinggal sama orang tuanya. Makanya Yosita mau nemenin dia disini, biar Cissy ngga kesepian lagi” kata Yosita
Tiba- tiba “hahaha....” terdengar suara ketawa anak kecil itu lagi. Sontak aku langsung berteriak “aaaaa....”
“hahahahahaha...kakak masa sama suara boneka aja takut” kata Yosita sambil tertawa terpingkal- pingkal.
“Boneka?” kataku pada Yosita
“Iya, tadi Yosita tekan bonekanya, jadi bunyi deh” kata Yosita
“Oh jadi selama ini, boneka Yosita yang selalu tertawa. Boneka itu bunyi jika ada yang menekan. Tapi, tunggu dulu. Kalo boneka itu bunyi jika ditekan, lalu siapa yang tadi membunyikan boneka itu saat ayah, mama, sama Yosita pergi sedangkan aku sendirian dirumah? Dan siapa yang tadi ditunjuk oleh Yosita dan dianggap sebagai temannya?” kataku dalam hati.
Tiba- tiba terdengar suara anak kecil tertawa yang lebih menakutkan. Padahal Yosita tidak menekan boneka tersebut. Aku pun langsung lari keluar dari lorong dengan ketakutan.